Jurnalisme: Cara Menulis Opini

 

Menulis Opini, Menulis dengan Hati

 (Materi Ini Pengantar Training Penulisan Opini mahasiswa dan guru di Universitas Tirtatayasa Banten dan Universitas Soedirman Purwokerto, Juni 2011)

Oleh:  L.R. Baskoro*

MENULIS  opini berarti menyebar luaskan gagasan. Dengan menulis opini, maka seseorang berarti mentransfer ide dan gagasannya ke ruang publik. Ia masuk ke ranah publik, dan berusaha mempengaruhi publik, dengan tujuan akhir: gagasannya diterima atau juga diperdebatkan. Dan ia siap untuk itu.

Karena itulah, menulis opini sesungguhnya adalah melakukan ”rekreasi intelektual”: mengasah otak, menajamkan pikiran, menantang munculnya ide-ide baru, juga menantang pendapat orang dengan argumentasi yang siap untuk diperdebatkan.

Menulis opini berarti memberikan wawasan dan pengetahuan untuk orang lain. Berbagai informasi, data, juga pengalaman.  Karena itulah, kegiatan menulis opini mestinya kegiatan yang dilakukan dengan hati. Dengan kesukacitaan, kegembiraan membagi gagasan dan kecintaan menyumbangkan ilmu dan pengetahuan.

Menulis opini adalah kegiatan yang menyenangkan. Siapa pun sesungguhnya bisa dan mampu untuk menulis opini.  Setiap orang yang memiliki  pengetahuan, mampu menulis,  sesungguhnya ia bisa menulis opini.  Dengan opini, tidak saja gagasan itu bisa menyebar, tapi juga, antara lain, membuat ia dikenal, juga mendapat honorarium.

Di Indonesia, hampir semua halaman surat kabar menyediakan rubrik opini. Dan hampir semuanya juga menyediankan honorarium untuk opini yang dimuat. Misalnya Koran Tempo dan Majalah Tempo.  Opini-opini ini pun beraneka ragam. Bisa soal masalah sosial, politik, agama,  pertanian, perkebunan, pertambangan, hukum, dan lain sebagainya. Penulis dengan latar belakang bidang yang dikuasainya, akan mendapat tempat khusus di media massa jika ia menulis opini tentang bidang yang dikuasainya tersebut. Ini karena dia dinilai memiliki otoritas.

Bahkan, kadang media secara khusus meminta orang tersebut untuk menulis topik-topik tertentu untuk hari-hari tertentu pula. Karena itulah, misalnya, kita mengenal nama Kwik Kian Gie untuk masalah ekonomi, Rhenald Kasali untuk pemasaran dan periklanan, nama Ignas Kleden untuk bidang sosial, nama  Mulya Lubis untuk bidang hukum atau nama HS. Dillon untuk bidang pertanian. Juga, misalnya Al Chaidar jika berkaitan dengan NII atau Emerson Yuntho jika berkaitan dengan masalah-masalah korupsi.

Tentu saja mereka ini tidak langsung menjadi penulis opini.Mereka juga belajar, melalui banyak tahap. Tetapi, yang jelas mereka memiliki kompetensi yang membuat masyarakat  mengakui,  mereka memang layak untuk menulis soal atau masalah yang mereka tulis tersebut.

 Antara Opini dan  Kolom

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan Balai Pustaka, Opini disebutkan sebagai ”pendapat; ”pikiran,” atau ”pendirian,”

Opini memang bisa diartikan sebagai pandangan seseorang tentang suatu masalah. Tidak sekadar pendapat, tetapi pendapat ilmiah. Pendapat yang bisa dipertanggungjawabkan dengan berdasar dalil-dalil ilmiah yang disajikan dalam  bahasa yang lebih  popular. Karena itulah, untuk menulis opini juga dibutuhkan riset. Riset merupakan penguat dari argumentasi penulis untuk menekankan gagasannya. Opini inilah yang ditulis dan dituangkan dalam bentuk ”artikel.”

Adapun kolom adalah opini yang ”lebih cair” dalam gaya bahasanya. Penulis kolom biasanya tidak saja mereka yang dikenal memiliki keahlian dalam bidang yang ditulisnya, tapi juga memiliki style –gaya-. Itu sebabnya disebut ”kolomnis”

Bagaimana Menjadi Penulis Opini:

Dengan melihat rangkaian di atas, maka di sini untuk menulis opini dibutuhkan:

1.Pengetahuan akan bidang/masalah tertentu

2.Ide dan Gagasan

3.Argumentasi gagasan

4.Teknik Penulisan Opini

5. Pengetahuan bahasa

6. Pengetahuan Tentang Media Massa.

Kita uraikan satu persatu:

  1. Pengetahuan Bidang/Masalah Tertentu.

Penulis opini memiliki otoritas akan bidang yang memang layak bagi dia untuk diketengahkan kepada masyarakat. Ini bekal utama seorang penulis opini. Jika ia ahli pertanian, tentu masyarakat akan percaya akan seluk beluk tanaman yang ditulisnya daripada yang menulis seorang sarjana hukum.

Pengetahuan bidang tertentu ini sangat penting, juga terutama untuk ”legitimasi” diri seorang penulis di depan publik.

  1. Ide dan Gagasan

Ide merupakan barang termahal yang dimiliki penulis  -apa pun dan siapa penulis itu. Ide bisa tumbuh dari mana pun. Penulis yang terlatih tidak pernah kehabisan ide untuk menulis opini. Karena ide bisa muncul di mana pun, maka seorang penulis biasanya langsung menulis ide-ide yang didapatnya  begitu ide itu muncul. Ide itulah yang kemudian dikembangkannya begitu ia  memiliki waktu untuk menulis. Misalnya, di sini, seorang penulis membaca atau mendapati kenyataan tentang makin sedikitnya para mahasiswa tertarik dan ikut pada kegiatan-kegiatan kampus.  Penulis opini kemudian mendapat ide: membandingkan fenomena ini dengan lima atau sepuluh tahun sebelumnya dan kemudian menganalisa sebab musabahnya.

  1. Argumentasi Gagasan

Argumentasi ini sesungguhnya pasti dimiliki seseorang jika orang itu memang menulis bidangnya. Ini memang berkaitan dengan nomor 1 (pengetahuan bidang yang dimilikinya). Argumentasi penting karena di sinilah pembaca akan mengetahui ”kadar” keilmuan seorang penulis opini. Semakin kuat dan logis argumentasi yang ditampilkannya, maka akan semakin memperkuat gagasan yang ditulisnya.

  1. Teknik Penulisan Opini

Penulisan  opini di media massa berbeda dengan penulisan di media ilmiah. Pembaca media massa sangat beragam. Karena itu, penulisan opini di media massa harus memakai bahasa yang komunikatif, tidak bertele-tele, dan ringkas. Kecenderungan pembaca kini adalah membaca tulisan yang tidak panjang, enak dibaca,  dan gampang dicerna.

  1. Pengetahuan Bahasa

Kegagalan penulis opini dari kalangan ilmiah biasanya terletak pada penggunaan bahasa. Penulis opini dari latar belakang ilmiah harus belajar untuk memakai bahasa yang gampang dimengerti masyarakat, sehingga bahasa yang ditulisnya, efektif, efisien, dan mudah dimengerti.

Jika pun penulis opini ingin menampilkan istilah asing, ia  harus pula mencari padanan  dalam bahasa Indonesia. Penulis opini bahkan tidak usah khawatir untuk menampilkan idiom-idiom bahasa daerah jika dipandang menarik. Nasehat untuk ini: JANGAN SEKALI-KALI  MENGANGGAP PEMBACA SAMA TAHUNYA SEPERTI KITA. Beberapa kata yang tidak efektif bisa dipangkas untuk menghasilkan tulisan yang padat. Kata-kata itu, misalnya, ”oleh,” ”adalah,”  ”itu,” ”tersebut” dll.

  1. Pengetahuan Media Massa

Pengetahuan tentang Media Massa merupakan hal penting yang perlu diketahui penulis opini agar tulisannya bisa dimuat. Penulis opini, dengan mempelajari sebuah media massa, akan bisa melihat, media massa itu,misalnya, apakah memberi perhatian kepada masalah-masalah yang digeluti sang penulis opini itu atau tidak. Suratkabar Kompas, misalnya, cenderung untuk memberi tempat kepada opini dalam bidang apa pun. Demikian juga harian Suara Pembaruan. Dengan pengetahuan seperti ini, maka seorang penulis opini tahu, ke mana artikel yang dibuatnya itu akan dikirim.

Bagaimana Supaya Opini Dimuat di Media Massa

1. Ada peg/cantolan peristiwa

Seperti berita, opini pun memerlukan peg –cantolah peristiwa. Tujuan peg ini adalah agar opini ini relevan dengan yang sedang terjadi atau dibicarakan masyarakat. Semakin ada peg-nya maka, kemungkinan opininya dimuat akan semakin besar. Peg ini bermacam-macam. Bisa peristiwa yang tidak diduga, atau juga peristiwa yang sudah direncanakan pasti terjadi. Misalnya, menyambut tahun ajaran baru (tentang pendidikan atau kemahasiwaan), peringatan ulangtahun lembaga/peristiwa tertentu, dll.

  1. Cari Angle Menarik

Jika peg itu sudah didapat, maka penulis tinggal mencari angle/sudut pandang: dia akan menulis apa dan dari sudut pandang apa? Angle merupakan hal penting yang menajamkan opini penulis satu dengan penulis lain. Nasehat untuk ini: carilah angle yang paling berbeda, unik, dan mungkin orang tidak terpikirkan. Tentang makin sedikitnya mahasiswa yang tertarik pada kegiataan kemahasiswaan itu, misalnya, seorang penulis opini, misalnya, bisa mengambil angle: kerugian apa yang akan dialami para mahasiswa jika mereka tidak memiliki pengalaman ikut kegiatan kampus.

  1. Eksplorasi gagasan dan argumentasi

Inilah argumentasi yang harus dibangun dan dimiliki penulis untuk menguatkan opininya. Untuk membangun argumentasi ini, penulis opini bisa menyodorkan data atau contoh-contoh peristiwa. Contoh itu bisa dari dalam negeri atau luar negeri.

  1. Tidak Menggurui

Isi tulisan opini mesti dihindarkan sejauh mungkin dari kesan menggurui, juga mengesankan penulisnya ”menampilkan,” kepintarannya. Salah satu cara agar tulisajn opini tidak menggurui, antara lain, jangan terlalu banyak menampilkan kutipan atau sumber-sumber literatur. Lebih baik penulis menampilkan contoh yang muncul sehari-hari dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Selain itu, syarat lainnya: baca ulang opini tersebut berkali-kali.

=

Dari Mana Memulai Menulis Opini

 Teknik Menulis Opini

  1. Judul
  2. Alinea Pembuka
  3. Isi (Batang Tubuh)
  4. Alinea Penutup (Ending)

Penulis Opini mesti membuat judul tulisannya dengan menarik. Judul harus lah eyes catching. Memikat. Syarat untuk judul seperti ini: Tidak Panjang (Cukup tiga atau empat kata) dan memakai  kata-kata yang tidak klise, menggugah.

Judul tidak mesti dibuat lebih dulu. Bisa belakangan, setelah tulisannya selesai.

Aline pembuka  dan Lead

Lead adalah bagian penting sebuah tulisan. Lead seperti etalase, dia harus dibuat menarik. Lead adalah kalimat pembuka. Ia seperti kail yang menarik minat pembaca. Ia seperti lokomotif yang membuat  mata dan pikiran pembaca untuk terus mengikuti kalimat dan buah pemikiran penulis.

Karena itulah lead harus menarik, tidak memakai pemikiran yang klise, dan kalimatnya tidak panjang. Lead ini berfungsi untuk membawa pembaca untuk  mengerti masalah apa yang akan dibicarakan oleh penulis opini. Lead adalah bagian penting dari alinea pembuka.

Isi Tulisan (Batang Tubuh)

Inilah ”daging” sebuah opini. Disinilah penulis menuangkan gagasan dan ide-idenya. Dengan demikian secara ringkas bagian ini berisi:

-gagasan apa yang ditawarkan

-argumentasi kenapa pentingnya  gagasan/ide/pemikirannya

-contoh-contoh dengan menampilkan data-data yang relevan dan menunjang.

-keuntungan dan kerugian jika gagasan itu diterapkan atau tidak diterapkan.

Alinea Penutup (Ending)

Bagian ini bisa dibilang merupakan kesimpulan dari tulisan opini. Kendati penutup, penulis opini tetap harus menganggap ini bagian penting. Untuk mengulang dan mengingatkan pembaca akan gagasan yang ditawarkannya.

Kendati tiga bagian di atas merupakan hal penting untuk menulis opini, sesungguhnya tetap saja diperlukan panduan agar tiga hal itu menjadi kesatuan yang enak untuk dibaca –juga menulisnya.

Untuk ini dibutuhkan apa yang disebut OUTLINE. Outline adalah semacam alur yang dibuat dengan mencantumkan segala hal yang direncanakan akan dituangkan pada sebuah opini. Outline ini juga untuk mengingatkan penulis agar tetap fokus atau tidak lupa pada hal-hal yang sejak awal ia tetapkan untuk ditulis. Outline bentuknya adalah pointer-pointer.

Contohnya, seorang penulis opini akan membuat tulisan tentang  persoalan hilangnya sejumlah mahasiswa yang diduga direkrut NII.

Ia menulis pointer-nya sebagai berikut:

1.Fakta   banyaknya pengaduan orangtua yang kehilangan anaknyaà Peg

– Pengakuan para mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang dll

2. bukan kejadian pertamakali àBatang tubuh

-data penelitian berbagai lembaga tentang aktivitas NII

-data Departemen Agama dll tentang NII

-Bagaimana perekrutannya, di mana, siapa saja sasarannya.

-apa yang harus dilakukan orang tua/lingkungan/perguruan tinggi dll

– yang sudah dilakukan pemerintah

-yang belum dilakukan pemerintah

3. saran-saran dan kesimpulan ——à Penutup

Bisakah Saya Menulis Opini dan Dimuat di Koran?

Pasti bisa! Tidak ada penulis opini yang langsung terkenal. Semua dari bawah. Salah satu cara belajar yang baik: membaca opini-opini dari penulis terkenal. Pelajari kalimat dan bagaimana sang penulis mengungkapkan buah pikirannya.  ****

*Redaktur Pelaksana Majalah Tempo

Bagaimana cara menulis FEATURE yang bagus dan efektif? : Teknik Menulis Feature yang Bagus dan Efektif

Bagaimana cara membuat NOVEL yang baik, cepat, dan memikat? : Cara Membuat Novel yang Baik

Penulis, L.R. Baskoro memberi pelatihan dan teknik menulis opini, antara lain:

  1. Pada humas-humas seluruh instansi pemerintah di bawah koordinator Kementerian Informasi dan Komunikasi (2018, 2019). Lihat:  Memberi Pelatihan Penulisan Opini untuk Pranata Humas.
  2. Pada staf, karyawan, humas Kementerian Keuangan dan Kementerian Luar Negeri.
  3. Pada peneliti senior pada Pusat Penelitian Kepala Sawit Medan.
  4. Memberi pelatihan menulis opini pada kelas-kelas khusus yang diselenggarakan oleh Tempo Institute sebuah lembaga pendidikan jurnalistik Tempo, sepanjang 2010-2018, baik yang diselenggarakan di Jakarta (Gedung Tempo) maupun luar Jakarta, dengan peserta beragam:  mahasiswa, guru, dosen,  pegawai negeri, peneliti dll

L.R Baskoro bisa dihubungi: Email: lestantyabaskoro@gmail.com      Tlp/WA: 0813 101 60 271

125 thoughts on “Jurnalisme: Cara Menulis Opini

  1. Pingback: Jalur Kereta Cepat China Merambah ke Asia Tenggara | Commuterline

  2. Pingback: Kereta Cepat dan Sejarah | Commuterline

  3. Pingback: Satpam Kereta Sebagai Pendidik | Commuterline

  4. Pingback: Camkan, Ada Promo Tiket Kereta Api | Commuterline

  5. Pingback: Jembatan Busway Cawang Selesai, Penumpang Kereta Commuterline Kini Lebih Nyaman | Commuterline

  6. Pingback: Asyik, Jadi Sudah Jembatan Penghubungan Stasiiun Juanda-Halte Busway | Commuterline

  7. Pingback: Ide Menghibur  Menteri Perhubungan Soal Tarif Commuterline | Commuterline

  8. Pingback: Pin Tanda Hamil, Jangan Disalahgunakan | Commuterline

  9. Pingback: Oh Stasiun Manggarai, Oh Kebijakan PT KAI | Commuterline

  10. Pingback: Kereta Commuterline Padat di Hari Raya Lebaran Pertama | Commuterline

  11. Pingback: Jalur Jogja-Solo  Tolak Ukur Pengembangan KRL  | Commuterline

  12. Pingback: Kereta Garut – Jakarta Jalan, Beroperasi! | Commuterline

  13. Pingback: Viral Sepeda Penuhi Gerbong Kereta | Commuterline

  14. Pingback: Arteria Dahlan Dituduh Menghina Orang Sunda, Lalu Hujatan pun Menyerbu | Commuterline

  15. Pingback: Kenaikan Tarif Commuterline: Kalau Bisa Nak, Kenapa Harus Turun | Commuterline

  16. Pingback: Terowongan Stasiun Manggarai yang Tergenang | Commuterline

  17. Pingback: Lompat Pagar Stasiun Cikini | Commuterline

  18. Pingback: Tertibkan Penumpang yang Bandel | Commuterline

  19. Terima kasih banyak, Pak Baskoro. Saya sedang belajar untuk menulis dari awal dan semoga menulis opini adalah langkah awal yang tepat untuk memulai perjalanan menulis saya. Sukses dan sehat selalu, Pak.

  20. Pingback: Cara dan Aturan Naik Kereta Commuterline dan BusWay Selama PPKM | Commuterline

  21. Pingback: Pengetatan Naik Kereta Commuterline di Musim Pandemi Corona Varian Delta | Commuterline

  22. Pingback: Ayo Satukan Jembatan Penyeberangan Stasiun Cawang | Commuterline

  23. Pingback: Tabrakan Dua Kereta di Malaysia | Commuterline

  24. Pingback: Menteri Perhubungan Budi Karya Kesal Melihat Penumpang Menumpuk di Stasiun Manggarai | Commuterline

  25. Pingback: Kursi Pijat di Stasiun Duri. Murah Meriah | Commuterline

  26. Pingback: Horee, Terowongan Penyeberangan Stasiun Pancasila Sudah Jadi | Commuterline

  27. Pingback: Jangan Lupa Batas Waktu Pesan Tiket Kereta Lebaran, Bulan Ini | Commuterline

  28. Pingback: Iklan Kereta Commuter yang Menyesatkan | Commuterline

  29. Pingback: Berkat GeNose, Penumpang Kereta Tak Ribet Cari Bebas Covid-19 | Commuterline

  30. Pingback: Naik Kereta Jarak Jauh? Ini Nasihat Rapid Test di Stasiun | Commuterline

  31. Pingback: Tak Memakai Masker Scuba, Diminta Petugas Turun dari Kereta | Commuterline

  32. Pingback: Perlukah Penguman Bahasa Inggris di Kereta Commuterline? | Commuterline

  33. Pingback: Jangan Lengah di Kereta Commuterline, Covid-19 Masih Menggila | Commuterline

  34. Pingback: Libur Cuti, Kereta Bandara Panen Penumpang | Commuterline

  35. Pingback: Rapid Tes Rp 85 ribu di 12 Stasiun. Ini Stasiunnya | Commuterline

  36. Pingback: Cari Tahu Enam Cara Menulis Opini - BUNGAS BANTEN

  37. Pingback: Petugas Kereta Jujur, Dapat Duit Penumpang Rp 500 Juta di Gerbong | Commuterline

  38. Pingback: Penumpang Minta Petugas Keamanan Kereta Tegas di Masa Pandemi | Commuterline

  39. Pingback: Berlakukan Larangan Menelepon di Kereta Commuterline | Commuterline

  40. Pingback: Kereta Api Murah Meriah Jurusan Jakarta Segera Beroperasi | Commuterline

  41. Pingback: Jadwal Baru Kereta di Era New Normal Ini | Commuterline

  42. Pingback: Ini Tata Aturan Naik Kereta Selama Corona dan PSBB dan Faktanya | Commuterline

  43. Pingback: Aturan Kereta Api di Masa Corona | Commuterline

  44. Pingback: Opini Tak Perlu Hentikan Operasional Commuterline | Commuterline

  45. Pingback: Wajib Masker di Kereta Commuterline | Commuterline

  46. Pingback: 19 Perjalanan Kereta Dihapuskan, Ini yang Mesti Diperhatikan | Commuterline

  47. Pingback: Kenapa Ada Ancaman untuk Penumpang Gaduh di Kereta? | Commuterline

  48. Pingback: Sepinya Kereta LRT, Kok Bisa? | Commuterline

  49. Pingback: Jembatan Cawang Tak Nyaman untuk Penumpang Kereta | Commuterline

  50. Mereka yang menulis di Kompas dan Tempo adalah penulis yang saya kira bisa dilihat dan dipelajari gaya kepenulisannya, walau kita tak perlu persis seperti mereka..

  51. Untuk koran Tempo sekitar 6000 sampai 70000 karakter without space, bro….(apa kabar?mampirlah ke Tempo)

  52. Pak saat saya ingin menulis perlahan kosakata saya mulai hilang gimana tuh caranya agar nggak kehabisan kosakata

  53. sbelumnnya saya mau mengucapkan terimakasih untuk artikelnya yang sangat bermanfaat. Kalau boleh tahu siapa-siapa saja penulis opini yang terkenal pak? karena saya tertarik dengan opini dan ingin mencoba membuat opini

  54. senang mengikuti ulasannya, senag rasanya bila bisa menungkan gagasan yang bisa didiskusikan. kesempatan para penulis muda lebih banyak, meski pun lebih sering nama-nama besar yg sering dimuat di media. terima kasih

  55. Makasih ya bang buat infonya. Trus mau nanyak lagi aku bang, gimana caranya supaya semangat kita dalam menulis tetap berkobar-kobar bg??

    Bujur Melala bang. 😊

  56. Pingback: Jurnalisme: Cara Menulis Opini | Hadi Winata

  57. Luar biasa terimakasih atas ilmunya Mas. Memompa semangat bagi saya (pemula) untuk terus mencari dan belajar menata bagaimana menjadi penulis terkhusu dalam bidang “opini” yang baik dan benar.

  58. Mas, blog ini masih aktif kan. Saya jujur loh pengagum dan terinspirasi tulisan mas baskoro klo nulis di kolom atau opini. OIya saya juga punya buku mas tentang jurnalisme hukum. Saya cuma ingin jangan bilang bahwa setiap tulisan yang mas buat akan berharga bagi orang lain. Meski orang lain tersebut bukan siapa – siapa. Keep writing keep teaching.

  59. Pingback: Jurnalisme: Cara Menulis Opini | Alecia Liberty Citra Pertiwi

  60. Pingback: Menulis Untuk Media Massa |

Leave a comment